Jakarta, CNN Indonesia —
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berkunjung ke Yordania untuk bertemu Raja Abdullah II pada Selasa (24/1), usai negeri Zionis itu memicu kontroversi terkait kompleks Masjid Al Aqsa.
Kerajaan Yordania menyatakan dalam pertemuan itu, kedua pemimpin membahas situasi di kompleks Masjid Al Aqsa dan “betapa penting menghormati status quo historis dan legal.”
Pertemuan ini sendiri memang digelar setelah Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, menyulut emosi publik karena mengunjungi kompleks Masjid Al Aqsa pada 3 Januari lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tak diketahui kedua pemimpin membahas insiden itu secara khusus atau tidak.
Namun, Raja Abdullah menekankan “keperluan menjaga ketenangan dan menahan semua tindakan kekerasan demi membuka jalan untuk cakrawala politik menuju proses perdamaian.”
Ia juga menyerukan “penghentian segala tindakan yang dapat melemahkan prospek damai” serta “menegaskan posisi kuat Yordania dalam mendukung solusi dua negara” terkait konflik Israel dan Palestina.
Sementara itu, kantor Netanyahu mengumumkan para pemimpin itu membicarakan “isu-isu kawasan” dan hubungan bilateral “dengan “penekanan pada kerja sama keamanan dan ekonomi strategis.”
Sebagaimana dilansir AFP, sebelum pertemuan kedua pemimpin ini, Kementerian Luar Negeri Yordania sudah dua kali memanggil duta besar Israel di Amman dalam sebulan terakhir.
Pertama, mereka memanggil dubes Israel untuk menyampaikan protes atas kunjungan Ben-Gvir ke kompleks Masjid Al Aqsa. Kedua, ketika kepolisian Israel melarang dubes Yordania masuk ke kompleks suci itu.
Al Aqsa sendiri merupakan tempat paling suci ketiga bagi umat Islam. Sementara itu, Al Aqsa juga merupakan situs paling suci bagi Yahudi, yang menyebut kompleks itu sebagai Temple Mount.
Selain karena masalah Al Aqsa, relasi Yordania dan Israel memang sedang retak dalam beberapa waktu belakangan ini.
Yordania sebenarnya menjadi negara Arab kedua setelah Mesir yang meneken perjanjian damai dengan Israel pada 1994 silam.
Namun, relasi keduanya renggang, sampai-sampai Raja Abdullah berulang kali menyebut hubungan mereka dalam “perdamaian yang dingin.”
Pada 2019, Raja Abdullah bahkan menyebut hubungan Israel dan Yordania “dalam titik terendah sepanjang sejarah.”
(has)