Pejabat Uni Eropa: Xi Jinping Akui Ada Demonstrasi di China

Pejabat Uni Eropa: Xi Jinping Akui Ada Demonstrasi di China

Jakarta, CNN Indonesia

Presiden China Xi Jinping mengakui bahwa aksi protes mulai bermunculan belakangan ini di negaranya, imbas dari kebijakan ketat nol-Covid.

Xi curhat kepada Presiden Dewan Eropa Charles Michel yang berkunjung ke Beijing, China pada Kamis (1/12) lalu. Orang nomor satu di China itu mengatakan bahwa para pengunjuk rasa kebanyakan pelajar yang frustrasi dengan Covid-19 yang sudah berlangsung selama tiga tahun.

Pengakuan Xi itu disampaikan salah seorang pejabat Uni Eropa, yang disampaikan secara anonim. 

“Xi juga mengatakan Omicron kurang mematikan dibandingkan Delta, sehingga Pemerintah China merasa lebih terbuka untuk melonggarkan pembatasan Covid-19 lebih lanjut,” kata pejabat tersebut kepada CNN, Jumat (2/12).

Meski demikian, pejabat UE tersebut tidak dapat mengonfirmasi apakah Xi mengucapkan secara gamblang kata ‘protes’ dalam Bahasa Mandarin atau hanya mengatakan kata-kata untuk menggambarkan kerusuhan baru-baru ini di China.

Demonstrasi memprotes kebijakan lockdown Covid-19 yang terlampau ketat pecah di sejumlah kota besar di China sepanjang akhir November lalu. 

Para demonstran mulai terdengar meneriakkan slogan-slogan menuntut Xi mundur, suatu kondisi yang dianggap langka di Negeri Tirai Bambu. Gelombang demonstrasi yang terjadi belakangan ini belum pernah terjadi sebelumnya sejak gerakan pro-demokrasi Lapangan Tiananmen pada 1989.

Sejak Xi berkuasa pada 2012, Partai Komunis telah memperketat cengkeraman kepada semua aspek kehidupan di China. Mereka juga tak segan melakukan tindakan keras pada warga yang memprotes pemerintah, dan membangun sistem pengawasan negara berteknologi tinggi.

Usai protes warga China di berbagai wilayah, seperti Shanghai hingga Guangzhou, pemerintah pusat mengisyaratkan bakal melonggarkan kebijakan nol-Covid.

Wakil Perdana Menteri China Sun Chunlan mengungkapkan varian Omicron melemah dan tingkat vaksinasi meningkat. Lebih lanjut, Sun mengatakan situasi baru ini membutuhkan rencana baru.

Dalam pernyataannya, Sun juga tidak menyebut soal nol-Covid. Ia hanya mengatakan strategi yang mengganggu ekonomi dan kehidupan sehari-hari, mungkin akan segera dilonggarkan.

Sejumlah kota di China melonggarkan pembatasan Covid-19 pada Jumat (2/12), termasuk Beijing. Pemerintah kota melonggarkan aturan seperti tes massal harian. Otoritas kesehatan Beijing juga meminta rumah sakit tak menolak merawat pasien tanpa tes PCR dengan hasil negatif.

Kota Chengdu juga menerapkan hal serupa. Pihak berwenang tak lagi mewajibkan hasil tes negatif Covid-19 untuk memasuki tempat umum atau naik transportasi publik. Warga Chengdu hanya perlu kode kesehatan hijau yang mengonfirmasi mereka tak bepergian ke area berisiko tinggi.

Ada juga Kota Urumqi, Provinsi Xinjiang yang melonggarkan aturan pembatasan Covid-19. Pihak berwenang setempat mengumumkan supermarket, hotel, restoran dan resor, akan dibuka secara bertahap. Urumqi merupakan salah satu kota yang mengalami penguncian wilayah paling lama di China.

Selain itu, Pemerintah China juga mengizinkan pasien yang terinfeksi virus corona menjalani karantina di rumah.

(skt/vws)




Scroll to Top