Wajah Stadion Kanjuruhan, Malang, hancur lebur usai tragedi di akhir laga Arema versus Persebaya akhir pekan lalu. Di tembok-tembok stadion, terlihat coretan ACAB dan 1312.
Pemandangan serupa kerap terlihat di berbagai belahan dunia lain, di mana warga biasanya marah akan represi aparat.
Di Indonesia sendiri, coretan ACAB dan 1312 baru muncul lagi setelah tragedi Kanjuruhan. Dalam insiden itu, tindakan brutal aparat juga menjadi sorotan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Aparat melakukan kekerasan terhadap penonton yang merusuh di akhir pertandingan. Kepolisian bahkan akhirnya menggunakan gas air mata di stadion, tindakan yang sebenarnya dilarang oleh FIFA.
Di tengah kesesakan akibat gas air mata, para penonton yang panik berdesakan keluar stadion hingga beberapa di antara mereka terinjak-injak. Akibatnya, 131 orang meninggal dunia.
Usai insiden, masyarakat mengecam aksi aparat yang menggunakan gas air mata secara sewenang-wenang. Banyak dari warga yang mengkritik aparat dengan menuliskan istilah ACAB atau 1312 di Stadion Kanjuruhan.
Lantas, apa itu ACAB dan 1312?
ACAB merupakan singkatan dari All Cops are Bastards yang berarti semua polisi adalah bajingan. Sementara itu, 1312 merupakan urutan abjad pada akronim ACAB.
Singkatan ini merupakan bentuk protes terhadap polisi yang populer di Amerika Serikat. Biasanya, istilah itu muncul di tembok-tembok hingga pakaian ketika kerusuhan pecah.
Tak diketahui pasti kapan istilah ACAB ini muncul.
Ahli leksikografi, Eric Partridge, dalam bukunya, A Dictionary of Catchphrases, menyebut frasa itu sudah ada sepanjang Abad ke-20.
Sebagaimana dilansir Vice, saat itu frasa tersebut banyak digunakan oleh para penjahat dan penipu.
Beberapa sumber yang dikutip GQ menyebut istilah itu mulai ramai digunakan publik ketika para pekerja Inggris melakukan aksi mogok pada 1940-an.
Makna modern ACAB mulai terbentuk ketika Daily Mirror memuat frasa tersebut di tajuk utama pemberitaan mereka mengenai kekerasan aparat.
Slogan itu kemudian makin dikenal usai sutradara Inggris, Sidney Hayers, menggunakan ACAB dalam sebuah drama kriminal pada 1972.
Pada 1980-an, ACAB menjadi simbol yang lekat dengan subkultur punk dan skinhead. ACAB kian populer setelah band The 4-Skins mempopulerkan lagu dengan judul sama pada 1982.
ACAB lalu berubah menjadi istilah yang populer di kalangan hooligan dan penggemar fanatik sepak bola Eropa.
Akronim itu juga sering digunakan oleh gerakan anarkis dan anti-otoritarian di seluruh dunia.
Pada 2020, ACAB juga digunakan oleh masyarakat AS saat heboh peristiwa pembunuhan George Floyd oleh seorang polisi bernama Derek Chauvin.
Para demonstran ramai-ramai menggunakan istilah itu demi membela pria yang mendapat diskriminasi tersebut.
Hingga kini, ACAB kerap dipakai di berbagai aksi dunia sebagai simbol perlawanan terhadap aparat yang represif.
(blq/has)