loading…
Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih. Foto/Dok/SINDOnews
“Misalnya terkait peta jalan pendidikan yang belum jelas, derasnya kritik publik karena minimnya keterlibatan publik, hingga dugaan liar adanya pasal-pasal yang menghapus substansi penting,” kata Fikri kepada wartawan dikutip Jumat (2/9/2022).
Baca juga: Rekrutmen Dosen Tetap Non PNS UI Diperpanjang, Buruan Daftar
Menurut politisi PKS ini, awalnya revisi UU Sisdiknas diusulkan oleh DPR karena melihat perlunya beberapa penyesuaian karena perkembangan teknologi, tapi kemudian tiba-tiba pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjadi pengusulnya sehingga DPR sifatnya menunggu draf.
Namun, sambung Fikri, setelah pemerintah mengirimkan draf melalui Baleg DPR, Komisi X DPR telah mengevaluasi beberapa hal yang sebelumnya dibahas oleh panitia kerja (panja) di Komisi X DPR, dan menghasilkan beberapa rekomendasi kepada Kemendikbudristek.
“Misalnya rekomendasi soal peta jalan pendidikan yang dibuat oleh Kemendikbud, faktanya tidak diteruskan, padahal menjadi dasar kita untuk melangkah ke pembahasan revisi UU sisdiknas,” terang Fikri.
Baca juga: RUU Sisdiknas, Program Sertifikasi Hanya untuk Calon Guru Baru
Menurut Fikri, bila peta jalan yang menjadi acuan tidak ada, UU Sisdiknas yang dihasilkan nantinya tidak punya arah dan tujuan yang jelas.
“Apalagi UU Sisdiknas yang baru ini rencananya menggabungkan tiga UU lainnya sehingga menjadi omnibus (uu paying) pendidikan, yakni UU 20/2003, UU 14/2005 tentang guru dan dosen, serta UU 12/2012 tentang pendidikan tinggi,” sambungnya.
Selain itu, kata Fikri pembuatan draf RUU Sisdiknas versi pemerintah dinilai minim partisipasi publik, selain juga belum banyak melibatkan pakar dan ahli pendidikan dalam prosesnya.