Amerika Serikat menyiagakan tim respons insiden nuklir sebagai langkah antisipasi setelah gempuran Rusia memicu kebakaran di PLTN Zaphorizhzhia, Ukraina, pada Jumat (4/3).
“Kementerian Energi mengaktifkan Tim Respons Insiden Nuklir dan terus memantau perkembangan dengan konsultasi bersama Kementerian Pertahanan, Komisi Regulator Nuklir, dan Gedung Putih,” ujar Menteri Energi AS, Jennifer Granholm, di Twitter.
Ia kemudian menuliskan, “Kami tak mendeteksi kenaikan radiasi di dekat fasilitas itu. Reaktor PLTN terlindungi struktur kuat dan reaktor sudah dimatikan dengan aman.”
Saat ini, pertempuran antara Rusia dan Ukraina di dekat PLTN Zaporizhzhia dilaporkan sudah berhenti. Namun, kebakaran masih belum padam.
Juru bicara PLTN Zaporizhzhia, Andriy Tuz, mengatakan bahwa satu dari enam reaktor nuklir di situs itu ikut terbakar. Reaktor itu memang sedang tidak beroperasi karena renovasi, tapi masih ada bahan bakar nuklir di dalamnya.
Hingga saat ini, Ukraina dilaporkan masih kesulitan memadamkan api karena pasukan Rusia menembaki tim pemadam. Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba, pun mendesak Rusia berhenti karena sangat berbahaya jika PLTN meledak.
“Jika meledak, akan lebih besar 10 kali lipat dari Chernobyl!! Rusia harus SEGERA menghentikan serangan,” ujar Kuleba melalui Twitter, Jumat (4/2).
Sementara itu, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, menuding Rusia ingin menebar teror nuklir dengan serangan tak henti ke PLTN terbesar di Eropa tersebut.
“Tidak ada negara selain Rusia yang pernah menembak unit pembangkit listrik tenaga nuklir. Ini pertama kalinya dalam sejarah kami, dalam sejarah umat manusia. Negara teroris ini sedang menggunakan teror nuklir,” kata Zelensky, dikutip AFP.
(has)