China melaporkan bahwa tingkat kelahiran terendah pada tahun lalu. Angka itu merupakan yang terendah sejak Republik Rakyat China terbentuk.
Badan Statistik Nasional China mencatat 10,62 juta kelahiran pada 2021. Secara rata-rata, berarti tingkat kelahiran di China turun dengan hanya 7,52 kelahiran per 1.000 orang.
Angka itu turun dari 2020, saat tingkat kelahiran di China mencapai 8,52 kelahiran per 1.000 orang. Lebih jauh, angka ini juga merupakan yang terendah sejak China mulai mencatat jumlah kelahiran pada 1949, ketika RRC berdiri.
Presiden China, Xi Jinping, memang sudah berupaya untuk meningkatkan angka kelahiran dan menekan populasi lansia di Negeri Tirai Bambu.
Ia lantas menetapkan kebijakan baru yang mewajibkan satu keluarga untuk memiliki tiga anak. Namun, banyak perempuan menolak kebijakan tersebut.
“Saya tak bisa punya anak lagi. Membesarkan satu anak seperti memasukkan uang Anda ke dalam mesin penghancur kertas. Tak mungkin saya bisa punya (anak) yang lain,” kata salah satu pekerja di pusat Lota Changsha kepada Radio Free Asia, pekan lalu.
Seorang perempuan lain, Qiu Xiojia, mengaku tak punya cukup uang untuk membesarkan anak.
“Kami sudah membeli rumah sekarang dan pembayaran hipotek bulanan lebih tinggi dari gaji bulanan saya. Jadi dari mana uang untuk membiayai anak? Saya bahkan tak mampu membiayai satu anak, apalagi tiga,” kata Qiu.
Di Kota Chongqing, perempuan bernama Ma Jing dan suaminya juga mengatakan mereka tak berencana memiliki anak.
“Saya hidup dari gaji, dan masih sangat bergantung pada orang tua saya. Properti yang saya tinggali milik mereka. Saya mengendarai mobil ibu saya, dan saya masih tidak bisa menabung,” tutur Ma.
Di China, membesarkan anak memang memerlukan biaya yang besar. Pendidikan menjadi salah satu bidang yang meraup biaya besar.
Sekolah-sekolah di China kerap meminta bayaran untuk berbagai hal, termasuk kegiatan ekstrakurikuler dan makanan.
(pwn/has)