Suara.com – Kata Delmicron tengah ramai diperbincangkan karena disebut menjadi varian baru virus corona penyebab Covid-19.
Kata Delmicron pertama kali diucapkan oleh anggota gugus tugas Covid-19 Maharashtra, India, Dr Shashank Joshi, Delmicron berasal dari gabungan varian Delta dan Omicron.
Ia mengatakan bahwa Delmicron telah menyebabkan tsunami kecil kasus Covid-19 di Amerika Serikat dan Eropa. Namun, pernyataan yang dilontarkan saat diskusi di News18 itu ternyata menimbulkan salah paham.
Dr Joshi dilaporkan hanya menyinggung situasi di mana varian Delta dan Omicron secara bersamaan menyebabkan lonjakan kasus Covid-19 di wilayah tertentu.
Baca Juga:
Update Covid-19 Global: Lonjakan Kasus Perancis Capai 100 Ribu Orang per Hari
Sehingga, istilah Delmicron mengacu pada situasi lonjakan kasus bukan kemunculan varian virus corona baru.
Pemerintah India juga meluruskan bahwa tidak ada varian Covid-19 Delmicron. Juga tidak ada informasi tentang mutasi lain dari virus SARS CoV-2 setelah Omicron yang menyebar luas ke seluruh dunia.
Dewan Penelitian Medis India (ICMR) maupun gugus tugas Covid-19 nasional India tidak berbicara tentang kehadiran virus baru yang disebut ‘Delmicron’.
“Belum ada varian virus Covid baru yang disebut ‘Delmicron’. Omicron juga bukan virus baru karena merupakan virus corona yang bermutasi,” kata Associate Professor di Center for Community Medicine, AIIMS, New Delhi, Harshal R Salve, dikutip dari Bussiness Standard.
Penamaan mutasi baru Covid-19 sebenarnya hanya bileh dilakukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sebelum adanya nama resmi, varian baru tersebut akan diumumkan dengan kode nomor garis keturunan virus corona.
Baca Juga:
Microchip Bukti Vaksin Covid-19 Ditanam ke Tangan Manusia
Seperti temuan varian Omicron bulan lalu. Saat pertama kali diumumkan secara global, varian yang berasal dari Afrika Selatan itu masib desebut dengan nomor garis keturunan ilmiah B.1.1.529.
Kemudian, pada 27 November, WHO secara resmi menyampaikan kalau varian tersebut dibernama Omicron. Sistem penamaan varian virus corona berdasarkan alfabet itu telah dijadikan standar oleh WHO sejak Mei 2021 untuk mempermudah komunikasi publik tentang varian baru Covid-19.
Saat ini telah ada tujuh varian dalam daftar variant of interest (VOI) maupun variant of concern (VOC) yang seluruhnya diberi nama berdasarkan huruf Yunani sesuai urutan, seperti Alpha, Beta, Gamma, Delta, Epsilon, Zeta, dan Eta.
Namun, pada penemuan varian baru Omicron, WHO melongkap huruf ke-13 dan 14 dari alfabet Yunani. Yakni, huruf Nu dan Xi.
WHO tidak menggunakan kedua huruf tersebut sebagai varian virus corona karena alasan tertentu. Huruf Nu mengandung peladalan yang mirip dengan kata bahasa Inggris ‘new’, sehingga khawatir menyebabkan kebingungan.
Sementara huruf Xi banyak digunakan dalam nama keluarga etnis Tiongkok, salah satunya untuk menghormati presiden China Xi Jinping.
“Nu rancu dengan kata ‘baru’. Dan ‘Xi’ tidak digunakan karena itu adalah nama belakang yang umum,” kata juru bicara WHO Tarik Jasarevic, dikutip dari New York Times.
WHO menetapkan penamaan suatu penyakit berdasarkan alfabet Yunani agar tidak disebut dengan lokasi kasus pertama dari virus ditemukan. Menurut WHO, hal itu bisa menyebabkan pelanggaran terhadap kelompok budaya, sosial, nasional, regional, profesional maupun etnis apa pun.
Menurut WHO, penamaan tersebut jadi lebih sederhana dan mudah diakses, tidak seperti nama ilmiah variannya yang sulit untuk diucapkan dan diingat juga rentan terhadap kesalahan pelaporan.
Angela Rasmussen, seorang ahli virologi di Universitas Saskatchewan, mengatakan dia melakukan banyak wawancara dengan wartawan.
Sebelum sistem penamaan Yunani diumumkan, dia bingung cara menjelaskan perbedaan tentang varian B.1.1.7 dan B.1.351 yang sekarang dikenal sebagai Alpha, yang muncul di Inggris, dan Beta, yang muncul di Afrika Selatan.
“Itu membuatnya sangat rumit untuk dibicarakan ketika Anda terus-menerus menggunakan sup alfabet dengan sebutan varian. Pada akhirnya orang-orang akhirnya menyebutnya varian Inggris atau varian Afrika Selatan,” kata Angela.
Namun, menyebut varian virus corona dengan negara asalnya ditemukan dinilai tidak adil dan memunculkan stigmatisasi juga diskriminatif.