Sebanyak 48 orang tewas ketika bentrokan antar-suku di Darfur Sudan pecah. Dengan ini, setidaknya 100 orang tewas dalam kurun waktu tiga pekan.
“Kekerasan dimulai dengan pertengkaran dan berujung pada pembunuhan enam orang pada Sabtu, dan kemudian pada Minggu lebih dari 40 orang tewas,” kata Gubernur Darfur Barat Khamis Abdallah kepada AFP.
Komite Dokter, sebuah serikat independen di sana mengatakan bahwa 48 orang tewas di daerah Krink di Darfur oleh peluru tajam.
Lima puluh orang tewas bulan lalu dalam beberapa hari pertempuran antara penggembala, menurut data PBB. Lebih dari seribu rumah dibakar.
Aksi kekerasan tersebut pecah pada 17 November, antara penggembala Arab bersenjata di pegunungan Jebel Moon dekat perbatasan dengan Chad.
Wilayah Darfur dirusak jadi medan perang saudara yang meletus pada tahun 2003. Konflik terjadi antara pemberontak etnis minoritas yang menolak diskriminasi terhadap pemerintah presiden Omar al-Bashir yang didominasi Arab.
PBB mencatat konflik tersebut merupakan salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia. Lebih dari 300 ribu orang tewas dan 2,5 juta mengungsi selama konflik.
Terlepas dari bentrok antar-suku di Darfur, tercatat 45 orang telah tewas di seluruh Sudan dalam aksi demonstrasi sejak kudeta militer 25 Oktober lalu.
Polisi Sudan menembakkan gas air mata pada Senin ketika ribuan orang berunjuk rasa di ibu kota Khartoum melawan pemerintah yang didominasi militer.
Jenderal tertinggi Abdel Fattah al-Burhan merebut kekuasaan dan menahan Perdana Menteri Abdalla Hamdok. Menyusul tekanan politik yang berkelanjutan di dalam dan luar negeri, Hamdok dilepaskan dengan kesepakatan pada 21 November.
Kesepakatan damai yang dicapai dengan kelompok pemberontak utama tahun lalu membuat konflik utama di Darfur sempat mereda, tetapi wilayah gersang itu tetap dibanjiri senjata.
Darfur Barat juga menampung lebih dari 305 ribu pengungsi lokal yang sangat bergantung pada bantuan kemanusiaan.
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan 14,3 juta dari 47,9 juta penduduk Sudan, termasuk warga negara dan pengungsi, akan amat membutuhkan bantuan kemanusiaan tahun depan.
(AFP/fjr)