Ketua DPR Puan Maharani. Foto/Dok/SINDOnews
“Pihak terkait seperti organisasi profesi guru, Kemendikbudristek , Kemenag, Kemenpan RB, BKN, dan Pemerintah Daerah, untuk menghasilkan formula terbaik dalam mengatasi permasalahan guru honorer,” kata Wakil Ketua Asosiasi Profesi Keahlian Sejenis PB PGRI Sumardiansyah Perdana Kusuma, Sabtu (27/11/2021).
Baca juga: Ketua DPR Siap Kawal Pemerintah Perbaiki Nasib Guru Honorer
Menurutnya, secara konstitusional DPR juga perlu meninjau ulang dan merevisi UU No.5 Tahun 2014 tentang ASN dan PP No.49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK dengan mengakomodir data dapodik bahwasanya guru-guru di atas usia 35 tahun dan mengabdi lebih dari 10 tahun agar bisa dipermudah menjadi ASN (PPPK).
Hal tersebut, lanjut dia, bisa dilakukan melalui mekanisme autentik asesmen seperti penilaian kinerja dari pimpinan sekolah dan/atau dinas pendidikan, portofolio, dan afirmasi dengan tetap menjalankan pembinaan profesi berkelanjutan berdasarkan pemetaaan kompetensi yang dimiliki masing-masing guru.
Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia ini juga mengatakan, seleksi PPPK guru harus dibuat lex spesialis, khusus bagi guru di atas usia 35 tahun dan sudah lama mengabdi sebagai honorer di sekolah negeri.
Baca juga: Bersaing dengan 352 Tim Dunia, UI Raih Gold Medal Prizes di iGEM Competition 2021
“Jangan sampai seleksi guru PPPK yang terbuka bagi umum, apalagi dengan melibatkan guru swasta justru malah berdampak semakin beratnya peluang honorer negeri menjadi ASN PPPK dan melemahnya sekolah-sekolah swasta dikarenakan banyak gurunya yang beralih menjadi guru PPPK di sekolah negeri,” terangnya.
Formasi PPPK juga harus diperluas dengan mengakomodir guru-guru agama, TK, PKBM, SLB, dan juga tenaga kependidikan seperti TU, caraka, dan petugas keamanan sekolah. “Kita harus terus mengingatkan pemerintah agar memiliki target yang jelas, berapa lama persoalan guru honorer lewat jalur PPPK bisa dituntaskan,” harapnya.