Penyintas tragedi bom atom Hiroshima dan Nagasaki di Jepang, Sunao Tsuboi, meninggal dunia pada usia 96 tahun pada Rabu (27/10).
Kabar duka disampaikan oleh organisasi advokat yang ia pimpin, Nihon Hidankyo, kepada AFP. Nihon merupakan kelompok advokat penyintas bom atom Hiroshima dan Nagasaki.
“Tsuboi meninggal dunia pada hari Sabtu karena anemia,” kata seorang pejabat dari Nihon Hidankyo.
Tsuboi termasuk satu di antara sedikit warga Hiroshima yang selamat saat Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di kota itu di akhir Perang Dunia II 1945.
Sekitar 140.000 orang tewas akibat bom atom Hiroshima, termasuk mereka yang selamat dari ledakan tetapi meninggal segera setelah terkena radiasi.
Ada 127.755 orang yang selamat dari kedua serangan. Para penyintas itu saat ini masih hidup dengan rata-rata berusia 84 tahun, menurut kementerian kesehatan.
Semasa hidupnya, Tsuboi merupakan seorang aktivis terkemuka Jepang yang vokal menyerukan perlucutan senjata nuklir dan sempat bertemu Presiden AS Barack Obama saat mengunjungi Jepang pada 2016 lalu.
Tsuboi masih berusia 20 tahun dan duduk di bangku mahasiswa ketika tragedi itu terjadi. Ia sedang dalam perjalanan menuju kampus teknik ketika bom nuklir AS jatuh dan melululantakkan Hiroshima menjadi neraka.
“Saya mendirita luka bakar di sekujur tubuh saya. Dengan keadaan telanjang, saya mencoba melarikan diri selama sekitar tiga jam pada 6 Agustus tetapi akhirnya tidak bisa lagi berjalan,” kata Tsuboi kepada AFP pada 2016 lalu.
Tsuboi kemudian mengambil sebuah batu kecil dan menulis di tanah “Tsuboi meninggal dunia di sini” dan tidak sadarkan diri selama beberapa minggu sampai terbangun lagi.
Tiga hari setelah Hiroshima dibom, AS kembali menjatuhkan bom plutonium di kota pelabuhan Nagasaki hingga menewaskan sekitar 74.000 orang hingga menyebabkan Jepang menyarah dan menandai akhir dari Perang Dunia II.
Akibat terpapar radiasi, Tsuboi menderita kanker dan sejumlah penyakit lain. Namun, penyakit-penyakit itu tak menghentikan langkah dia untuk menjadi advokat penyintas bom atom lainnya.
“Saya bisa mentolerir kesulitan demi kebahagiaan manusia. Saya mungkin mati besok tapi saya optimis. Saya tidak akan pernah menyerah. Kami tidak menginginkan senjata nuklir,” katanya.
(rds)